Jumat, 10 Agustus 2012

Puasa sebagai Pendidikan Karakter

10 AGUSTUS 2012

Puasa Sebagai Pendidikan Karakter

Pembangunan karakter (character building) saat ini sedang menjadi isu menarik dalam dunia pendidikan. Baik pendidikan umum maupun agama. Pengembangan karakter peserta didik telah menjadi masalah bersama untuk dicarikan jalan keluarnya. Sebab, isu pendidikan karakter sedang menjadi isu nasional dan internasional. 

Puasa pada bulan Ramadhan, satu-satu media yang ampuh untuk internalisasi nilai pendidikan karakter ke dalam diri anak-anak atau peserta didik di kalangan umat muslim.

Puasa bagian dari proses internalisasi nilai-nilai pendidikan dan kemanusian. Dalam berpuasa tentu membutuhkan ketekunan hati dalam melakukannya. Dari ketekunan itulah lahir kualitas puasa dan hidup yang humanis. Meningkatnya kualitas hidup, bukan karena kita mampu menahan makan dan minum, melainkan juga kita wajib menahan hawa nafsu yang sudah melekat pada diri setiap manusia.

Puasa juga mengajarkan orang yang melaksanakannya untuk bisa bersikap lebih kritis dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Jika seseorang terlatih untuk bersikap kritis dan introspektif terhadap persoalan sosial yang timbul di masyarakat, diharapkan akan muncul kekuatan dan keberanian moral untuk melakukan koreksi dan tindakan perbaikan bersama-sama. 

Karakter orang yang berpuasa seperti ini, tentu akan membawa dampak kepedulian sosial dalam membangun pendidikan yang berbasis karakter.

Di sisi lain, harus ada upaya nyata dari umat muslim di Aceh maupun dunia, untuk meningkatkan kualitas hidup dirinya melalui implementasi pendidikan karakter. 

Puasa merupakan salah satu media sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, karena esensi pendidikan karakter, sepenuhnya menjadi bagian esensi puasa itu sendiri. Esensi pendidikan karakter terletak pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan (skills) yang bermuara pada pembentukan karakter manusia yang mulia dan bermoral. 

Esensi pendidikan karakter untuk peserta didik semuanya ada dalam praktik berpuasa. Setidaknya dalam puasa ada tiga nilai pokok: Pertama, adanya sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial sekitar. Kedua, adanya pertautan antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial (kelompok). Ketiga, lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, dan efisien.

Ketiga nilai puasa tersebut menjadi pedoman dalam implementasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah/umat yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

Menurut T Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik dan bermoral. 

Puasa sebagai pendidikan karakter, bisa dilihat juga dari enam pilar pelaksanaannya, yaitu: dipercaya, jujur, saling menghormati, peduli sesama, bertanggung jawab, dan kewargaan secara sosial agama. Keenam pilar ini akan mudah dilakukan oleh lembaga penyelengara pendidikan bila pemegang kekuasaan peduli terhadap kemerosotan moral peserta didik di Aceh maupun Indonesia.

Akhirnya puasa sebagai media pendidikan karakter sudah seharusnya dilakukan by desain untuk menciptakan peserta didik yang bermoral, jujur, peduli sesama dan saling menghormati. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah harus ada upaya yang berkelanjutan menciptakan dosen atau guru yang berkarakter pula. 

Semoga Allah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu memperoleh derajat takwa di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Alhujarat: 13).

Amalan Rasulullah SAW Saat Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan



Hadits Aisyah menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menilai istimewa sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan dibandingkan malam malam-malam sebelumnya. Keistimewaan itu ditunjukkan dengan berbagai macam ibadah yang khusus dilakukan beliau pada malam-malam tersebut.
Bahwa Rasulullah SAW meningkatkan kesungguhan (ibadahnya) di sepuluh terakhir (bulan Ramadhan) yang tidak dilakukan pada hari-hari seblumnya.

Diantara laku ibadah yang dilakukan beliau adalah: Pertama, menghidupkan malam-malam Ramadhan. Dalam Shahih Muslim, aisyah meriwayatkan:

"Aku selalu menyaksikan beliau beribadah selama ramadhan hingga menjelang subuh,"

Begitu juga hadits riwayat Abu Ja'far Muhammad bin Ali menerangkan "barangsiapa menjumpai bulan Ramadhan dalam keadaan sehat dan berislam, kemudian berpuasa di siang harinya dan shalat di malam harinya secara runut, mengendalikan matanya, menjaga kemaluannya, mulutnya, tangannya dan selalu hadir dalam shalat berjam'ah, maka orang tersebut telah benar-benar berpuasa selama satu bulan dan akan memperoleh kesempurnaan pahala, dan menemukan laylatl qadar dan meraih keberuntungan yang dihadiahkan oleh Allah SWT Tuhan yang Maha Memberkahi.

Kedua, Rasulullah saw selalu membangunkan keluarganya untuk shalat malam di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan hadits Abi Dzar menggambarkan hal ini dengan jelas:

Bahwasannya Rasulullah saw. beserta keluarganya bangun (untuk beribadah) pada malam 23, 25, 27. Khususnya pada malam 29.

Bahkan dalam satu riwayat Rasulullah pernah membangunkan Fathimah dan Ali di malam hari itu dan berkata "ayo bangun-bangun, sholat-sholat"

Artinya, begitu sangat istimewanya sepuluh malam terakhir bagi Rasulullah SAW, hingga beliau mementingkan untuk membangunkan segenap keluarganya, baik yang muda, tua, kecil maupun besar dari laki maupun perempuan untuk beribadah mengharap-harapkan laylatul qadar.

Ketiga, Rasulullah SAW mengencangkan ikat pinggang, dengan artian menghindari tempat tidur di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Beliau menyendiri memburu kenikmatan beribadah. Secara otomatis I'tikaf ini akan menghindarkan beliau dari tempat tidur dan menggauli istrinya. Hal ini berdasar pada hadits:

Bahwa Rasulullah SAW ketikamemasuki sepuluh terakhir malam Ramadhan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan (beribadah) malam itu dan membangunkan keluarganya.

Keempat, Rasulullah SAW pernah pada satu malam dari sepuluh malam terakhir Ramadhan, menyambung puasa tanpa berbuka hingga magrib yang akan datang (puasa wishal).  Artinya sebagaimana hadits Aisyah bahwa bahwa Rasulullah SAW menggabungkan buka dan sahur untuk dua malam puasa. Hal ini untuk menjaga kekosongan perut agar mudah berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah SWT, dan bermunajat kepada-Nya. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits.

Namun puasa wishal ini hanya boleh dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak oleh umatnya.

Kelima, Rasulullah SAW mandi dan membersihkan diri, merapikan pakaian serta memakai wangi-wangian menjelang waktu isya' selama sepuluh hari terakhir Ramadhan. hal ini dengan harapan memperoleh laylatul qadar begitulah keterangan Ibnu Jarir.

Oleh karenanya dainjurkan bagi mereka yang mengharapkan laylatul qadar untuk membersihkan diri dengan mandi dan berpakaian yang rapih dan wangi. Hendaklah bersih diri (dhahir) ini juga disertai dengan perhiasan jiwa (bathin) dengan taubat minta ampunan dari segala dosa. Karena sugguh percuma perhiasan dhahir tanpa kesucian bathin. Karena sesungguhnya Allah swt tidak memandang keadaan bentuk dan hartamu, tetapi ia (Allah) memperhatikan hati dan amal-amalmu.

Keenam, Rasulullah SAW selalu beri'tikaf di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Sebuah hadits Sayyidah Aisyah menerangkan bahwa Rasulullah SAW beri'tikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, hingga Allah SWT memanggilnya.

Peta Persebaran Wisata di Kota Yogyakarta

Peta Persebaran Wisata di Kota Yogyakarta Dibuat oleh : TPDS S2 PJ UGM Kelompok 6 1. Rini Fathoni Lestari (NIM:18/433040/PGE/01359) 2. Y...