Puasa Sebagai Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter (character building) saat ini sedang menjadi isu menarik dalam dunia pendidikan. Baik pendidikan umum maupun agama. Pengembangan karakter peserta didik telah menjadi masalah bersama untuk dicarikan jalan keluarnya. Sebab, isu pendidikan karakter sedang menjadi isu nasional dan internasional.
Puasa pada bulan Ramadhan, satu-satu media yang ampuh untuk internalisasi nilai pendidikan karakter ke dalam diri anak-anak atau peserta didik di kalangan umat muslim.
Puasa bagian dari proses internalisasi nilai-nilai pendidikan dan kemanusian. Dalam berpuasa tentu membutuhkan ketekunan hati dalam melakukannya. Dari ketekunan itulah lahir kualitas puasa dan hidup yang humanis. Meningkatnya kualitas hidup, bukan karena kita mampu menahan makan dan minum, melainkan juga kita wajib menahan hawa nafsu yang sudah melekat pada diri setiap manusia.
Puasa juga mengajarkan orang yang melaksanakannya untuk bisa bersikap lebih kritis dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Jika seseorang terlatih untuk bersikap kritis dan introspektif terhadap persoalan sosial yang timbul di masyarakat, diharapkan akan muncul kekuatan dan keberanian moral untuk melakukan koreksi dan tindakan perbaikan bersama-sama.
Karakter orang yang berpuasa seperti ini, tentu akan membawa dampak kepedulian sosial dalam membangun pendidikan yang berbasis karakter.
Di sisi lain, harus ada upaya nyata dari umat muslim di Aceh maupun dunia, untuk meningkatkan kualitas hidup dirinya melalui implementasi pendidikan karakter.
Puasa merupakan salah satu media sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, karena esensi pendidikan karakter, sepenuhnya menjadi bagian esensi puasa itu sendiri. Esensi pendidikan karakter terletak pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan (skills) yang bermuara pada pembentukan karakter manusia yang mulia dan bermoral.
Esensi pendidikan karakter untuk peserta didik semuanya ada dalam praktik berpuasa. Setidaknya dalam puasa ada tiga nilai pokok: Pertama, adanya sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial sekitar. Kedua, adanya pertautan antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial (kelompok). Ketiga, lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, dan efisien.
Ketiga nilai puasa tersebut menjadi pedoman dalam implementasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah/umat yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Menurut T Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik dan bermoral.
Puasa sebagai pendidikan karakter, bisa dilihat juga dari enam pilar pelaksanaannya, yaitu: dipercaya, jujur, saling menghormati, peduli sesama, bertanggung jawab, dan kewargaan secara sosial agama. Keenam pilar ini akan mudah dilakukan oleh lembaga penyelengara pendidikan bila pemegang kekuasaan peduli terhadap kemerosotan moral peserta didik di Aceh maupun Indonesia.
Akhirnya puasa sebagai media pendidikan karakter sudah seharusnya dilakukan by desain untuk menciptakan peserta didik yang bermoral, jujur, peduli sesama dan saling menghormati. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah harus ada upaya yang berkelanjutan menciptakan dosen atau guru yang berkarakter pula.
Semoga Allah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu memperoleh derajat takwa di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Alhujarat: 13).